Rabu, 15 Februari 2012

Pria Bodoh

Inikah aku

Ada seorang pria bodoh yang hanya mencintai seorang wanita selama 1.000 tahun. Cintanya tak terbalas dan diabaikan oleh wanita itu. Wanita itu sesungguhnya telah memiliki kekasih sejak dulu. Kisah cinta antara seorang putri dan musisi istana.

Sang pria bodoh lalu menculik wanita itu dan membawanya ke istananya. 1.000 hari berlalu, namun wanita itu tak bergeming. Tetap diam dalam kelam dan tak membiarkan pria itu memasuki hatinya. Sang pria dengan sabar menantinya setiap hari berlutut di depan kamarnya. Namun cinta tak kunjung datang di hati wanita itu.

Malam berganti malam, sang kekasih menerobos istana dan menjemput wanita yang dicintainya. Malang, mereka tertangkap oleh sang pria dan para pengawalnya. Sang pria sangat geram dan berniat memenggal kekasih sang putri di depan kamarnya. Namun, urung dilakukannya. Pria bodoh itu memilih bersabar dan membebaskan kekasih wanita yang dicintainya.

Sang kekasih pergi, namun tidak pergi. Ia menetap di hutan yang dekat dari istana. Menunggu dan menunggu sambil terus memeluk sepatu juwita hatinya. Lebih baik aku mati daripada meninggalkanmu seorang diri, begitu katanya selalu.

Suatu hari, wanita itu berhasil melarikan diri dari istana dan menemui kekasihnya. Mereka saling berpandangan dan tergesa melepas rindu bersama. Belum sempat menggenggam tangan kekasihnya, sang pria datang menunggang kuda dan serta merta menebas leher kekasih wanita itu.

Sampai malam menjelang, wanita itu menangis dan memeluk kepala kekasihnya yg telah terpisah dari raga. Pria bodoh itu pun bersimpuh dan menangis memandang wanita yang dicintainya bersedih. Tak lama, wanita itu meninggal di sisi kekasihnya. Pria itu pun membunuh dirinya karena tak sanggup hidup tanpa wanita itu.

Para dewa yg nestapa melihat kisah ini lalu mengubah wanita itu dan kekasihnya menjadi pohon ginko. Mereka hidup berdampingan selama ratusan tahun dalam bahagia yg bertubi-tubi. Di sudut lain, pria bodoh itu terlahir sebagai elang. Hanya memandang dari kejauhan dengan linangan asa dan lara.

Suatu hari petir datang menyambar dan merubuhkan salah satu dari pohon ginko itu. Sekali lagi, wanita itu kehilangan kekasihnya. Seorang pemahat yg tak kuasa menyaksikan kisah 3 cinta yang telah berlangsung selama ratusan tahun itu kemudian menebang pohon ginko yang hanya tinggal sendiri. Ia memotong, memahat, dan menjadikannya sebuah tempat tidur. Di kepala tempat tidur itu diukirnya wajah sang wanita dan pria itu dengan harapan suatu hari mereka akan bersatu. Namun, cinta sang wanita hanya untuk kekasihnya seorang.

Tepat 1.000 tahun kemudian, sang kekasih lahir kembali sebagai manusia. Tanpa mengingat sebuah memori pun tentang wanita itu, ia hidup dan berkelana di dunia. Wanita itu pun terus berkelana sebagai tempat tidur ginko tanpa mengetahui keberadaan kekasihnya. Sampai suatu hari, mereka dipertemukan kembali.

Sejak memiliki tempat tidur ginko itu, setiap malam sang kekasih bermimpi. Dilihatnya dirinya berpakaian musisi istana dari masa lalu. Dipandanginya seorang putri raja yg merupakan kekasih hatinya. Lalu tiba2 muncul seorang jenderal dari kerajaan lain yg menyerang dan menculik sang putri.

Semua kejadian terputar ulang dalam mimpinya. Setiap hari, setiap malam. Dikejar rasa penasaran, ia pun menemukan dirinya yang dulu. Tersungkur hatinya memendam kerinduan ribuan tahun kepada sang pujaan hati. Ia merasa menemukan jiwanya yg lain.

Namun, kisah mereka tak berhenti di sana. Pria bodoh yang juga memendam pedihnya cinta memutuskan kembali merebut hati wanita itu. Ia menolak dilahirkan kembali. Pria bodoh, sang wanita, dan kekasih wanita itu pun bertemu kembali. Saling memohon dan bergejolak atas nama cinta.

“Tolong lepaskan kami..” kata wanita itu.

“Tidak.” jawab sang pria dingin.

“Tak cukupkah kau membunuh kami 2 kali?” tanya wanita itu disertai asa yang membuncah.

“Aku mencintamu..” jawab pria itu lirih.

“Tapi aku tidak..” ujar wanita itu sedih.

“Aku memang pria bodoh yang mencintaimu selama lebih dari 1.000 tahun. Namun, tak bisakah kau mencintaiku? Kau telah bersamanya selama ratusan tahun. Tak bisakah kini kau bersamaku?” tanya pria itu tajam.

“Meskipun aku telah bersamanya selama puluhan ribu tahun, aku tak akan bersamamu walau hanya 1 hari” jawab wanita itu dingin.

“Baiklah. Kalau begitu, aku akan membunuh kekasihmu lagi.” kata pria itu.

Pertarungan tak terelakkan pun terjadi. Kedua pria yang sama2 mencintai wanita yang sama itu pun saling berhadapan. Mereka saling menyerang atas nama cinta. Melihat kekasihnya yang kepayahan atas serangan pria itu, sang wanita pun berusaha menyelamatkannya. Ia memutuskan menghancurkan jiwanya yang bersemayam dalam tempat tidur ginko agar pria itu berhenti menyakiti kekasihnya.

Api pun berkobar membakar tempat tidur berusia ratusan tahun itu. Kedua lelaki yang bertikai itu serta-merta berhenti. Mereka berupaya menyelamatkan jiwa wanita yang mereka cintai. Pria bodoh itu terus saja berteriak, memohon agar wanita itu keluar dari dalam persemayamannya. Hanya dengan begitu, jiwa wanita itu dapat terselamatkan.

Namun, wanita itu tak bergeming. Ia memilih musnah dari muka Bumi agar tak ada lagi yang melukai kekasihnya. Di tengah kobaran api yang semakin besar, pria bodoh itu terisak dan memutuskan mengikuti wanita yang dicintainya masuk dalam jilatan api yang membakar diri. Keduanya pun hilang ditelan bara api dan menjadi abu.

Kini tinggallah sang kekasih wanita itu tertegun dalam kesendirian. Memandang akhir kisah cinta tentang dirinya dari masa lalu. “Suatu hari, kita akan bersama kembali seperti sepasang ginko pada waktu dulu…” ujarnya pada angin yang membawa abu kekasihnya pergi.

Ya, kira-kira seperti itulah kisah cinta yang tertuang dalam film A Ginko Bed yang tadi saya tonton. Sebuah film lama asal Korea yang saya beri sedikit arasemen ulang dari otak dan hati saya yang tercengang menatap alur ceritanya. Sang pria bodoh tentu saja menjadi tokoh antagonis yang tanpa hati memaksa egonya untuk memiliki apa yang ingin ia miliki. Namun, terlepas dari itu, entah mengapa saya mengerti luka yang tertanam ribuan tahun dalam jiwanya. Sedih, sendiri, dan terus berharap meskipun agak kalap. Saya pun tak kalah memahami perih yang dialami sang wanita dan kekasihnya yang jelas-jelas saling mencintai namun tidak dapat bersama.

Sebuah idiom menyebutkan bahwa all’s fair in war and love, semua adil dalam perang maupun cinta yang berarti membenarkan segala hal untuk memperoleh apa yang diinginkan. Namun, benarkah?

Sang pria bodoh membenarkan segala cara untuk mendapatkan cinta seorang wanita yang mengakibatkan penderitaan banyak orang hingga ribuan tahun. Pedih dan penuh emosi sekaligus kejam dan tanpa hati. Namun, entah kenapa saya mengerti perasaan pria bodoh itu.

Yogyakarta, 15 Februari 2012
__me__

Tidak ada komentar:

Posting Komentar