Model kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah lama
diragukan untuk bisa membantu menyelesaikan persoalan-persoalan di
negeri ini. Pasalnya, banyak persoalan yang justru lahir dari model
kepemimpinannya sendiri. Meskipun terlihat santun dan bijak tetapi
ternyata banyak hal yang sebenarnya bertentangan dengan apa yang harus
dilaksanakan sebagai seorang pemimpin bangsa. Wajar jika masyarakat
banyak menilai model kepemimpinan SBY lebih banyak hanya tebar pesona.
Akhirnya banyak kebijakan-kebijakan yang sekedar menyenangkan tetapi
tidak menyelesaikan persoalan.
Persoalan pertama yang sangat mencolok adalah kebijakan membagikan
BLT (Bantuan Langsung Tunai). Keputusan memberikan BLT ini jelas-jelas
tidak menyelesaikan persoalan ekonomi rakyat, karena dampak kenaikan BBM
dengan jumlah nominal BLT tidak sebanding. Itu sebabnya BLT pernah
diartikan sebagai Bantuan Langsung Tewas. Meskipun mendapat BLT
masyarakat miskin tetap saja hidup dalam kesulitan, karena dampak dari
kenaikan BBM merambah pada naiknya harga-harga kebutuhan pokok lainya.
Strategi ini sebenarnya hanya untuk menekan gejolak atas kebijakan
menaikan harga BBM yang diambil SBY, tidak pro rakyat. Setrategi ini
nampaknya berhasil menekan atau membungkam perlawanan rakyat atas
kebijakan menaikan harga BBM. Apakah rencana kenaikan BBM tahun ini juga
akan diikuti dengan model BLT model baru? Kita tunggu saja.
Kedua, sering kali SBY terlihat tidak tegas dengan
persoalan-persoalan yang membelit orang-orangnya sendiri, terutama dari
kalangan partai Demokrat. Sudah banyak kader partai ini yang secara
jelas terjebak dalam ranah hukum kaitannya dengan proyek-proyek yang
dijalankan kabinet pemerintahanya. Kita tidak melihat ketegasan SBY
sebagai Penasehat partai Demokrat terhadap pelanggaran yang dilakukan
kader-kader partai yang didirikanya itu. Ada kecenderungan SBY memberi
dukungan kepada kadernya yang terjebak dalam kubangan kejahatan korupsi.
Ketidaktegasan SBY nampak jelas pada sikapnya terhadap kader-kader
partainya; Anas Urbaningrum, Andi Malarangeng dan lain sebagainya.
Ketiga, kepemimpinan SBY juga nampak tidak tegas terhadap anggota
kabinet yang tidak profesional. SBY cenderung menghindari konfrontasi
dari lawan-lawan politik atau partai oposisi, sehingga tidak berani
tegas terhadap para menteri yang tidak profesional. Pengamat politik
Arbi Sanit pernah menjuluki SBY sebagai presiden taksi, yang tidak
pernah bisa tegas terhadap sopir-sopirnya meskipun membebani
perusahaannya. SBY cenderung mencari aman agar partai dimana anggota
kabinet bernaung tidak menentang kebijakan dan mengkritiknya. Kalau SBY
menertibkan menteri-menteri yang tidak profesional pasti partai
pendukung menteri itu akan mengambil jalan oposisi frontal.
Keempat, kasus terakhir ketidakprofesioanalan dan
ketidakproporsionalan SBY nampak atas kebijakan SBY untuk tetap
mengurusi partai demokrat meskipun ia sedang mengemban amanah berat
sebagai Presiden. Sikap mendua ini tentu akan sangat menggangu kinerja
SBY sebagai seorang presiden. Selain dibebani tugas-tugas berat
kenegaraan, SBY juga harus memikirkan keberlangsungan partai Demokrat.
Bahkan kasus terakhir SBY sering membicarakan atau membahas
persoalan-persoalan partai di Istana Negara yang seharusnya bebas dari
persoalan pembahasan kepentingan golongan, termasuk persoalan partai
politik yang dinahkodainya.
Model kepemimpinan ala SBY ini sangat tidak efektif dalam membangun
bangsa ini. Pasalnya jika setiap pemimpin hanya mencari aman, maka
kepentingan rakyat akan dikesampingkan. Model kepemimpinanya tidak bisa
mendukung peningkatan kualitas hidup bangsa ini untuk lebih maju, karena
justru melahirkan orang-orang yang berprinsip asal bapak senang, yang
akhirnya merugikan nama baik pemerintahanya sendiri. Di samping itu,
terlihat juga sistem demokrasi tidak berjalan secara maksimal, karena
adanya pengekangan dimana-mana, meskipun secara terselubung atau dengan
cara-cara yang sangat santun.
Sebagai seorang pemimpin yang dipilih langsung oleh rakyat,
seharusnya ia berani mengambil langkah untuk kepentingan rakyat. Bukan
sekedar mencari aman diri sendiri dengan mengakomodasi berbagai
kepentingan yang cenderung menjerumuskan pemerintahannya dalam kubangan
korupsi dan manipulasi. Bangsa ini membutuhkan seorang pemimpin yang
bukan hanya bisa menyejukan hati dan pikiran rakyat, tetapi juga seorang
pemimpin yang berani mengambil keputusan-keputusan yang bisa
menyelesaikan persoalan riil bangsa ini. Itu sebabnya ia harus bebas
dari tendensi mementingkan diri sendiri, keluarga dan golongan.
Kita hanya berharap model kepemimpin SBY ini menjadi pelajaran bagi
kita semua, bahwa bangsa ini membutuhkan pemimpin yang tegas dan berani
“pasang badan” demi kepentingan bersama. Hanya pemimpin berjiwa besar,
yang bebas dari kepentingan golongan, yang akan memajukan bangsa yang
sangat besar ini. Wallhua’lam bishawab.